I. Sekolah Sebagai Sistem Sosial Dan
Tujuan Sosial
A.
Sekolah
Kata sekolah berasal dari bahasa Latin, yakni
skole,scolae atau skhola yang memiliki arti waktu luang atau waktu senggang,
dimana waktu itu sekolah adalah kegiatan diwaktu luang bagi anak-anak ditengah
kegiatan utama mereka yakni bermain dan menghabiskan waktu menikmati masa
kanak-kanak dan remaja. Kegiatan dalam waktu luang adalah berhitung,
mempelajari cara membaca huruf, mengenal etika/budi pekerti dan estetika/seni
Kini, kata sekolah dikatakan Sunarto (1993) dalam
Abdullah Idi telah berubah berupa bangunan atau lembaga untuk belajar dan
mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran. Sekolah adalah sebuah
lembaga yang dirancang untuk pengajaran siswa (murid) dibawah pengawasan
pendidik (guru) dalam upaya menciptakan anak didik (murid) agar dapat mengalami
kemajuan setelah melalui proses melalui pembelajaran. Edzioni (1964) dalam
Robinson mengemukakan bahwa Sekolah telah “dengan sengaja diciptakan” dalam
arti bahwa pada saat tertentu telah diambil sebuah keputusan untuk mendirikan
sebuah sekolah guna memudahkan pengajaran yang sangat beraneka ragam. Sekolah
juga dibentuk kembali dalam arti bahwa setiap hari orang-orang berhubungan
dalam konteks sekolah; ada yang mengajar, ada yang bersusah-payah untuk
belajar, dan ada lagi yang membersihkan ruangan, menyediakan makanan dan melakukan
berbagai kegiatan sekolah.
Nama-nama sekolah bervariasi, tetapi pada umumnya
sekolah dasar untuk anak-anak dan sekolah menengah untuk remaja yang telah
menyelesaikan pendidikan dasar, perguruan tinggi untuk orang dewasa yang telah
menyelesaikan sekolah menengah. Sekolah juga kadang didedikasikan untuk satu
bidang tertentu seperti sekolah ekonomi, sekolah teknik dan sekolah pariwisata.
Selain sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah, ada pula sekolah non pemerintah yang disebut sekolah swasta (private schools). Sekolah swasta merupakan partner pemerintah dalam menyediakan kebutuhan sekolah bagi penduduknya. Sekolah swasta mungkin untuk anak-anak berkebutuhan khusus, seperti sekolah keagamaan, atau sekolah khusus lainnya yang memiliki standar lebih tinggi dalam mempersiapkan prestasi pribadi anak didik(murid) seperti Sekolah Luar Biasa (SLB).
Selain sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah, ada pula sekolah non pemerintah yang disebut sekolah swasta (private schools). Sekolah swasta merupakan partner pemerintah dalam menyediakan kebutuhan sekolah bagi penduduknya. Sekolah swasta mungkin untuk anak-anak berkebutuhan khusus, seperti sekolah keagamaan, atau sekolah khusus lainnya yang memiliki standar lebih tinggi dalam mempersiapkan prestasi pribadi anak didik(murid) seperti Sekolah Luar Biasa (SLB).
B.
Sistem.
Beberapa pendapat ahli mengenai
pengertian sistem, yakni:
1.
Johnson,
Kast dan Rosenwig mengemukakan bahwa sistem tersebut adalah Suatu tatanan yang
kompleks dan menyeluruh.
2.
Middleton
dan Wedemeyer mengemukakan bahwa sistem tersebut adalah kumpulan dari berbagai
bagian (unsur) yang saling tergantung yang bekerjasama sebagai suatu
keseluruhan untuk mencapai suatu tujuan.
4.
Bachtir
menyebut sistem sebagai sejumlah satuan yang berhubungan satu dengan lainya
sedemikian rupa sehingga membentuk satu kesatuan yang biasanya berusaha
mencapai tujuan tertentu.
5.
Cleland
dan King mengemukakan bahwa sistem tersebut merupakan sekelompok sesuatu yang
secara tetap saling berkaitan dan saling bergantungan sehingga membentuk
keseluruhan yang tepadu.
6.
Poerwodarmito
mengatakan bahwa sistem merupakan seperangkat unsur yang secara teratur saling
berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas.
Dari pernyataan-pernyataan diatas,
dapat disimpulkan bahwa sistem merupakan suatu kesatuan usaha yang terdiri atas
bagian-bagian tetap yang berkaitan satu dengan yang lainnya, dalam usaha untuk
mencapai tujuan dalam lingkungan yang kompleks /menyeluruh.
C.
Sistem Sosial.
Ada dua pendekatan yang mengkaji
konsep sistem sosial, yaitu (1) Fungsional Struktural, dan (2) Pendekatan
Konflik.
Fungsional struktural menganggap
masyarakat sebagai suatu sistem fungsional, selain itu pendekatan ini juga
mengatakan masyarakat sebagai organisme biologis dan terdiri dari
komponen-komponen atomistis. Pendekatan Fungsional Struktural mengasumsi
masyarakat sebagai berikut:
1.
Masyarakat
harus dilihat sebagai suatu sistem yang didalamnya terdapat bagian-bagian yang
saling berhubungan.
2.
Hubungan
antar bagian tersebut bersifat ganda dan interaktif.
3.
Sistem
sosial cenderung bergerak ke arah keseimbangan atau kesempurnaan yang bersifat
dinamis.
4.
Setiap
sistem sosial akan senantiasa berproses kearah yang lebih baik.
5.
perubahan-perubahan
sosial timbul melalui (a) Penyesuaian terhadap perubahan dari luar, (b)
pertumbuhan, (c) penemuan baru.
6.
Setiap
masyarakat memiliki tujuan dan prinsi guna menstabilkan sistem sosial.
Sedangkan asumsi Pendekatan konflik
terhadap masyarakat adalah:
1.
Setiap
masyarakat senantiasa berada dalam proses perubahan yang tidak pernah berakhir.
2.
Setiap
masyarakat selalu mengandung konflik-konflik yang terselubung.
3.
Setiap
unsur masyarakat selalu meberikan sumbangan terjadinya perubahan-perubahan
sosial.
4.
Setiap
masyarakat terintegrasi dibawah kekuatan atau dominasi golongan tertentu yang
memiliki kekuasaan terhadap sebagian besar masyarakat.
D. Sekolah
Sebagai Sistem Sosial.
Situasi sekolah tidak jauh berbeda
dengan situasi dalam masyarakat, sekolah terdiri dari masyarakat kecil yang
mempunyai kebudayaan tertentu dalam batasan tertentu. Sistem sosial di sekolah
dibentuk oleh kebudayaan sekolah dan interaksi antar individu yang berada di
sekolah tersebut.
Sekolah memiliki unsur-unsur untuk
bisa disebut suatu masyarakat, seperti: pemimpin, pemerintahan, warga
masyarakat, aturan dan norma-norma serta kelompok-kelompok sosialnya.
Jadi sekolah bisa dikatakan sebagai
suatu sistem sosial yang didalamnya terdapat seperangkat hubungan mapan,
interaksi, konfrontasi, konflik, akomodasi, maupun integrasi yang menentukan
dinamika para warganya disekolah.
Dari unsur-unsur sosial tersebut
akan menciptakan yang disebut dengan konsep sosial, yang mana konsep sosial itu
ada tiga, yakni: (1) Kedudukan di sekolah, (2) Interaksi di sekolah, dan (3)
Klik antar siswa maupun antar guru.
Sebagai
suatu sistem, sekolah memiliki beberapa komponen yang terdiri dari : input, raw
input, proses, output, dan outcome. Komponen tersebut tidak dapat dipisahkan
satu sama lain karena merupakan satu kesatuan yang utuh yang saling terkait,
terikat, mempengaruhi, membutuhkan dan menentukan. Perubahan satu komponen saja
akan berpengaruh terhadap komponen-komponen lainnya.
Input sekolah adalah segala masukan yang dibutuhkan sekolah untuk terjadinya pemprosesan guna mendapatkan output yang diharapkan. Input merupakan bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat suatu generasi yang disebut sebagai manusia seutuhnya. Input sekolah antara lain manusia (man), uang (money), material/bahan-bahan (materials), metode-metode (methods), dan mesin-mesin (mechine).
Input sekolah adalah segala masukan yang dibutuhkan sekolah untuk terjadinya pemprosesan guna mendapatkan output yang diharapkan. Input merupakan bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat suatu generasi yang disebut sebagai manusia seutuhnya. Input sekolah antara lain manusia (man), uang (money), material/bahan-bahan (materials), metode-metode (methods), dan mesin-mesin (mechine).
Manusia
yang dibutuhkan sebagai masukan bagi proses pendidikan adalah siswa sebagai
bahan utama atau bahan mentah (raw input). Untuk menghasilkan manusia seutuhnya
diperlukan input manusia yang memiliki potensi untuk dididik, dilatih,
dibimbing, dan dikembangkan menjadi manusia seutuhnya. Input dapat
dikategorikan menjadi dua yaitu input sumberdaya, dan input manajemen atau
kepemimpinan. Input sumber daya meliputi sumberdaya manusia dan sumberdaya
lainnya (kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan lainnya). Sedangkan
sumber daya lainnya meliputi uang, peralatan, perlengkapan, bahan, bangunan,
dan lain sebagainya. Sedangkan input manajemen adalah input potensial bagi
pembentukan sistem yang efektif dan efisien.
Komponen masukan (raw input), adalah kualitas siswa yang akan mengikuti proses pendidikan. Kualitas tersebut dapat berupa potensi kecerdasan, bakat, minat belajar, kepribadian siswa, dan sebagainya.
Komponen masukan (raw input), adalah kualitas siswa yang akan mengikuti proses pendidikan. Kualitas tersebut dapat berupa potensi kecerdasan, bakat, minat belajar, kepribadian siswa, dan sebagainya.
Menurut
Komariah & Triatna, 2005:5, proses penyelenggaraan sekolah adalah kiat
manajemen sekolah dalam mengelola masukan-masukan agar tercapai tujuan yang
telah ditetapkan (output sekolah). Sesuatu yang berpengaruh terhadap
berlangsungnya proses disebut input, sedangkan sesuatu dari hasil proses
disebut output. Proses berlangsungnya sekolah pada intinya adalah
berlangsungnya pembelajaran, yaitu terjadinya interaksi antara siswa dengan
guru yang didukung oleh perangkat lain sebagai bagian dari proses pembelajaran.
Sekolah sebagai suatu sistem, seharusnya menghasilkan output yang dapat dijamin kepastiannya. Output dari aktivitas sekolah adalah segala sesuatu yang kita pelajari di sekolah, yaitu seberapa banyak yang dipelajari dan seberapa baik kita mempelajarinya. Apa yang kita pelajari bisa berupa pengetahuan kognitif, ketrampilan dan sikap-sikap. Output sekolah yaitu berupa kelulisan siswa. Output sekolah berfokus pada siswa, tetapi siswa yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan.
Sekolah sebagai suatu sistem, seharusnya menghasilkan output yang dapat dijamin kepastiannya. Output dari aktivitas sekolah adalah segala sesuatu yang kita pelajari di sekolah, yaitu seberapa banyak yang dipelajari dan seberapa baik kita mempelajarinya. Apa yang kita pelajari bisa berupa pengetahuan kognitif, ketrampilan dan sikap-sikap. Output sekolah yaitu berupa kelulisan siswa. Output sekolah berfokus pada siswa, tetapi siswa yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan.
Jika
ditinjau dari sudut lulusan, output sekolah adalah lulusan yang berguna bagi
kehidupan, yaitu lulusan yang bermanfaat bagi dirinya, keluarganya dan
lingkungannya. Artinya, lulusan semacam ini mencakup outcome, hasil dari
investasi pendidikan yang selama ini dijalani siswa untuk menjadi sesuatu yang
bermanfaat. Outcome pada pendidikan dasar dan menengah adalah siswa dapat
melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Sedangkan jika ia tidak
melanjutkan maka dalam kehidupannya dapat mencari nafkah dengan bekerja kepada
orang lain atau mandiri, hidup layak, dapat bersosialisasi, dan bermasyarakat.
Komariah
& Triatna (2004:75) menyebutkan sekolah efektif sebagai sekolah yang
menetapkan keberhasilan pada input, proses, output dan outcome yang ditandai
dengan berkualitasnya komponen-komponen sistem tersebut.
Salah satu konsep perbaikan input, proses, dan output adalah TQM (Total Quality Manajemen). TQM diartikan sebagai manajemen kualitas secara total dimana merupakan suatu pendekatan yang sistematis, praktis, dan strategis bagi penyelenggaraan pendidikan yang mengutamakan kepuasan pelanggan yang bertujuan meningkatkan mutu (Sallis, 1993:35 dalam Komariah & Triatna, 2004:29)
Salah satu konsep perbaikan input, proses, dan output adalah TQM (Total Quality Manajemen). TQM diartikan sebagai manajemen kualitas secara total dimana merupakan suatu pendekatan yang sistematis, praktis, dan strategis bagi penyelenggaraan pendidikan yang mengutamakan kepuasan pelanggan yang bertujuan meningkatkan mutu (Sallis, 1993:35 dalam Komariah & Triatna, 2004:29)
Lebih
dari itu, sekolah merupakan suatu sistem sosial yang di dalamnya terdapat
seperangkat hubungan mapan, interaksi, konfrontasi, konflik, akomodasi, maupun
integrasi yang menentukan dinamika para warganya di sekolah. Oleh sebab itu, di
dalam sekolah akan selalu mengandung unsur-unsur dan proses-proses sosial yang
kompleks seperti halnya dinamika sosial masyarakat umum .
E.
Sekolah Sebagai Tujuan Sosial.
Sekolah disebut sebagai tujuan
sosial yang akan memberikan kontribusi yang positif terkait dengan pengetahuan,
keterampilan, sikap dan ahklak terhadap masyarakatnya. Tidak terdapat
kesepakatan tentang tujuan utama yang harus dicapai, karena semuanya adalah
tergantung dari potensi sosial masyarakatn di daerah sekolah tersebut.
Dalam sekolah sebagai tujuan sosial
terdapat 3 tujuan khusus didalamnya, diantaranya,
(1) Tujuan Masyarakat: Masyarakat
mempunyai harapan agar pendidikan di sekolah dapat memberikan bekal ilmu
pengetahuan dan keterampilan untuk membekali peserta didik agar dapat
berkembang di masyarakat,
(2) Tujuan Sekolah: Tujuan sekolah
tidak hanya menguasai bahan pelajaran, tetapi dapat menggunakan apa yang telah
dipelajari itu untuk mampu belajar sendiri dan membina diri kapanpun dan
dimanapun, dan
(3) Tujuan Individu: Masing-masing
individu di sekolah tersebut pastinya memiliki tujuan tersendiri, seperti
peningkatan kualitas diri dan sebagainya.
II.
PENYESUAIAN DIRI DAN SOSIALISASI DI SEKOLAH
A. Defenisi Penyesuaian Diri Dan
Sosialisasi
Penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai
harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya. Sehingga permusuhan,
kemarahan, depresi, dan emosi negatif lain sebagai respon pribadi yang tidak
sesuai dan kurang efisien bisa dikikis. Dalam Pengertian yang lain dinyatakan
bahwa penyesuaian diri dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang mencakup
respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil
menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik, serta
untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri
individu dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah
proses mengubah diri sesuai dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana dia
hidup agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan,
frustasi dan konflik sehingga tercapainya keharmonisan pada diri sendiri serta
lingkungannya dan akhirnya dapat diterima oleh kelompok dan lingkungannya.
Proses pembimbingan individu ke dalam dunia sosial
disebut Sosoalisasi. Sosialisasi dilakukan dengan mendidik individu tentang
kebudayaan yang harus dimiliki dan diikutinya agar ia menjadi anggota yang
lebih baik dalam masyarakat dan dalam berbagai kelompok khusus. Sosialisasi
dapat dianggap sama dengan pendidikan. Sosialisasi adalah soal belajar. Dalam
proses sosialisasi individu belajar tingkah laku, kebiasaan serta pola-pola
kebudayaan. Juga ketrampilan sosial seperti berbahasa, bergaul, berpakaian dan
cara makan. Seluruh proses sosialisasi berlangsung dalam interaksi individu
dengan lingkungannya. Dalam pengertian yang lain disebutkan bahwa sosialisasi
adalah proses mempelajari, menghayati, dan menanamkan suatu nilai, norma,
peran, pola perilaku yang diperlukan individu-individu untuk dapat
berpartisipasi yang efektif dalam kehidupan masyarakat. Sosialisasi diartikan
sebagai sebuah proses seumur hidup bagaimana seorang individu mempelajari
kebiasaan-kebiasaan yang meliputi cara-cara hidup, nilai-nilai, dan norma-norma
sosial yang terdapat dalam masyarakat agar dapat diterima oleh masyarakatnya.
Proses sosialisasi pada hakikatnya adalah proses penyesuaian diri. Di dalam
kepustakaan bahasa inggris, istilah penyesuaian diri dikenal dengan dua macam
istilah, yaitu adaptation dan adjustment.
Istilah adaptasi lebih banyak dijumpai dalam lingkungan biologi dan kegidupan
sehari-hari yang sifatnya jasmaniah. Sedangkan istilah adjustment lebih banyak
dijumpai penggunaannya dalam kalangan ilmu-ilmu sosial, khususnya psikologi dan
kehidupan sehari-hari yang sifatnya sosial. Sebagai contoh : di sekolah anak
harus/dituntuk untuk bertingkah laku sesuai dengan yang diharapkan oleh gur dan
teman-teman sekolahnya. Dalam melakukan penyesuaian diri, seseorang bisa
berhasil (adjusted), dan dapat pula gagal (maladjusted). Berhasil atau gagalnya
proses pnyesuaian diri dapat diukur dengan criteria keberhasilan penyesuaian diri.
Proses sosialisasi pada hakikatnya adalah proses
penyesuaian diri terhadap berbagai tuntutan yang ada dalam kehidupan bersama.
Di dalam kepustakaan bahasa inggris, istilah penyesuaian diri dikenal dengan
dua macam istilah, yaitu adaptation dan adjustment. Istilah adaptasi lebih
banyak dijumpai dalam lingkungan biologi dan kegidupan sehari-hari yang
sifatnya jasmaniah. Sedangkan istilah adjustment lebih banyak dijumpai
penggunaannya dalam kalangan ilmu-ilmu sosial, khususnya psikologi dan kehidupan
sehari-hari yang sifatnya sosial. Sebagai contoh : di sekolah anak
harus/dituntuk untuk bertingkah laku sesuai dengan yang diharapkan oleh gur dan
teman-teman sekolahnya. Dalam melakukan penyesuaian diri, seseorang bisa
berhasil (adjusted), dan dapat pula gagal (maladjusted). Berhasil atau gagalnya
proses pnyesuaian diri dapat diukur dengan criteria keberhasilan penyesuaian
diri.
B. Kriteria Keberhasilan Penyesuaian
Diri
1.
Kepuasan Psikis
- Mereka
yang berhasil dalam penyesuaian diri menghayati kepuasan psikis, artinya mereka
menjadi riang, senang, tenang, dan aman.
- Mereka
yang gagal mengalami perasaan tidak puas seperti kecewa, gelisah, lesu,
tertekan batin, sedih, dan sebagainya.
2.
Efisiensi Kerja
- Keberhasilan
penyesuaian diri ditandai dengan adanya kerja atau kegiatan yang efisien,
misalnya seorang murid naik kelas atau lulus ujian akhir
- Mereka
yang gagal menunjukkan kerja atau kegiatan yang tidak efisien, misalnya; siswa
yang terlalu sering mengulang ujian.
3.
Gejala-gejala fisik
Penyesuaian diri yang gagal akan menampakkan
gejala-gejala fisik yang tidak menyenangkan seperti pencernaan terganggu, sakit
perut, kepala pusing, gatal-gatal dan lain sebagainya. Sedangkan mereka yang
berhasil menyesuaikan diri, kondisi fisiknya selalu baik dan sehat.
4.
Penerimaan sosial
Mereka yang berhasil menyesuaikan diri akan diterima baik
dan menerima reaksi setuju dari masyarakat, sedangkan yang gagal tidak diterima
dengan baik dan akan mendapat reaksi tidak setuju oleh masyarakat
C. Proses
Penyesuaian Diri Dan Sosialisasi
Sosialisasi tercapai secara
kondisional dalam lingkungan, apa-apa yang diterapkan dalam lingkungan, bias
menyebabkan individu itu sendiri harus menyesuaikan dan mempelajari pola
kebudayaan yang fundamental seperti berbahasa, cara berjalan, duduk, makan dan
sebagainya. Disampng itu proses sosialisasi tercapai melalui komunkasi dengan
anggota masyarakat lainnya. Pola kelakuan yang baik atau sosialisasi yang
positif harus selalu disampaikan kepada anak dalam segala situasi di mana ia
terlibat, sedangkan sosialisasi yang dapat berakibat buruk atau dapat
menimbulkan konflik harus dkesampingkan.
Dengan pola interaksi di atas lambat
laun anak akan mendapat kesadaran kan dirinya sebagai pribadi. Ia akan belajar
memandang dirinya sebagai obyek seperti orang lain memandang dirinya. Ia dapat
membayangkan kelakuan apa yang diharapkan orang lain daripadanya.
Jadi, dalam konsep interaksi sosial itu dapat diperoleh
sesuatu konsep yang ada pada dirinya yang biasa disebut “self concept”.
D. Kesulitan
Penyesuaian Diri Dan Sosialisasi
Dalam melakukan proses penyesuaian
diri dan sosialisasi tidak selalu berjalan lancar pasti ada saja sejumlah
kesulitan yang di alami. Pertama, ada kesulitan komunikasi, bila anak tidak
mengerti apa yang diharapkan dari padanya, atau tak tahu apa yang diinginkan
oleh masyarakat. Hal ini akan terjadi bila anak itu tak memahami
lambang-lambang seperti bahasa, isyarat, dan sebagainya.
Kedua,
adanya pola kelakuan yang berbeda-beda atau yang bertentangan. Masyarakat
modern terpecah-pecah dalam berbagai sektor atau kelompok yang menuntut
kelakuan yang berbeda-beda. Orang tua mengharapkan agar anaknya jujur, tidak
merokok,rajin sekolah. Tapi pada siswa mengharuskannya turut dalam melakukan
kebiasaan-kebiasaan yang melanggar norma. Apabila anak tidak mengikutinya maka
anak akan dikucilkan dari pergaulan.
Kesulitan
lain yang dihadapi dalam proses sosialisasi adalah perubahan-perubahan yang
terjadi dalam masyarakat sebagai akibat modernisasi, indusralisasi, dan
urbanisasi. Perubahan dari kehidupan daerah ke cara hidup kota cosmopolitan
sangat besar. Ikatan kekeluargaan di daerah masih sangat erat, baik dengan
keluarga maupun tetangga. Norma-norma kelakuan jelas dipahami oleh setiap
warga. Setiap warga mengontrol kelakuan masing-masing warga sehingga sulit
untuk melakukan pelanggaran. Dengan kontrol sosial yang demikian ketatnya dapat
diharapkan bahwa semua akan mematuhi norma-norma yang berlaku.
E. Penyesuaian Diri Dan
Sosialisasi Di Sekolah
Anak
mengalami perubahan dalam kelakuan sosial setelah ia masuk sekolah. Beda ketika
di rumah ia hanya bergaul dengan anak-anak tetangga. Banyak anak di rumah
dimanjakan oleh orang tua yang mengasihinya. Tetapi ketika ia msuk dalm
lingkungan sekolah, anak itu akan mengalami suasana yang berlainan, ia bukan
lagi sosok anak yang dimanjakan di rumah, gurupun tidak akan memanjakan
diantara puluhan mruda lainya dalam kelas. Guru tidak mungkin memberikan
perhatian banyak kepadanya, karena harus mengutamakan kepentingan kelas sebagai
keseluruhan.
Di
sinilah rasa egosentriseme berkurang dan digantikan kelakuan yang bercorak
sosial, dalam kelas ia harus selalu memperhatikan aturan dan kepentingan
anak-anak lain. Di samping itu, anak itu ketika dalam lingkungan sekolah akan
memperoleh pengalaman-pengalaman baru dibandingkan ketika anak masih dalam
lingkungan rumah (belum sekolah), ia akan mendapatkan pengalaman dalam hubungan
sosialnya dengan anak-anak lain yang berbeda status sosial, kesukuan, agama,
jenis kelamin, dan kepribadiannya.lambat laun ia akan membebaskan diri dari
ikatan rumah tanga untuk mencapai kedewasaan dalam hubungan sosial dengan
masyarakat luas, tetapi itu semua tidak lepas dari peran seorang orang tua agar
selalu memonitoring kegaitan yang dilakukan oleh anaknya agar tidak terjerumus
dalam hal-hal yang tidak diinginkan. Untu mengetahui sebatas mana pendidikan
sosial di sekolah dilakukan, kita perlu mempelajari hal-hal berikut :
1. Nilai-nilai yang Dianut Di Sekolah
Pada
umumnya nilai-nilai yang dianut di sekolah sejalan dengan yang berlaku dalam
masyarakat sekitar. Pancasila sebagai falsafah dan pandangan hidup Bangsa dan
Negara, dalam hali ini terdapat kesamaan bagi seluruh bangsa dan bagi seluruh
masyarakat sekolah.
Nilai-nilai
di sekolah ditentukan oleh guru-guru, norma-norma yang diajarkan oleh guru
tidak semua dianggapnya baik, norma-norma itu mungkin banyak diperoleh selama
menjadi guru. Ada pula nilai-nilai dan norma kelakuan yang berlaku di kalangan
murid-murid sendiri. Murid-murid biasanya merasa dirinya “kompak” yakni bersatu
padu terhadap murid-murid sekolah atau kelas lain, sehingga besar kemungkinan
perkelahia dengan sekolah lain sering terjadi karena rasa kekompakan atau
solidaritas. Apabila salah satu dari murid dihina atau ditantang, maka menurut
tafsiran mereka, seluruh kelas atau sekolah berdiri di belakangnya, dalam hal
ini mereka lebih dikuasai emosi sobyektif daripada pikiran rasional yang
obyektif.
Nilai-nilai
moral sekolah kebanyakan berpedoman pada norma-norma yang berlaku bagi golongan
menengah, isalnya menghargai nilai-nilai seperti kejujuran, kebersihan,
kerajinan, rasa tanggung jawab, ketekunan, ketrtiban, dan sebagainya. Di
sekolah nilai-nilai yang berlainan dengan aspek akademis atau inetelektual
mendapat penghargaan yang khusus. Prestasi akademis dijunjung tinggi dan dengan
demikian pula kerajianan dan ketekunan belajar.
2. Pengaruh Iklim Sosial Terhadap
Sosialisasi anak.
Ada dua macam iklim sosial
yang berkembang dilihat dari kepribadian guru, yaitu iklim sosial yang
demokratis dan iklim sosial yang otokrasi atau otoriter. Dalam iklim
demokratis, siswa lebih banyak memiliki kesempatan untuk melakukan aktivitas
sesuai dengan minatnya, sedangkan dalam iklim otokrasi apa yang dilakukan siswa
diatur dengan ketat oleh guru.
Penelitian mengenai
pengaruh iklim sosial terhadap siswa dilakukan oleh Kurt Lewin dan Ronald
Lippitt pada tahu 1939. Menurut Lewin, iklim sosial dalam hidup siswa
diumpamakan sebagai udara yang dihirupnya. Hubungan dengan orang lain dan
statusya dalam kelompok merupakan hal penting yang menentukan apakah dia merasa
aman atau tidak. Sehingga kelompok dan kebudayaan dimana siswa itu berada
sangat menentukan tingkah laku dan sifatnya. Dalam penelitiannya, mereka
memilih dua kelompok dan diberikan perlakuan yang
berbeda. Satu kelompok diberikan perlakuan sesuai iklim demokrasi dan yang satu
diberikan perlakuan iklim otokrasi. Kesimpulan dari penelitian mereka adalah
sebagai berikut.
a. Dalam iklim otokratis, lebih banyak
dikeluarkan kecaman taja yang bersifat pribadi, sedangkan dalam iklim
demokratis terdapat suasana kerja sama, pujian terhadap sesama teman,
saran-saran konstruktif dan kesediaan menerima buah pikiran orang lain.
b.
Dalam suasana otokratis, adanya pimpinan yang
kuat mengharapkan orang lain untuk memegang pimpinan, sedangkan dalam iklim
demokratis beda status social pimpinan dan yang dipimpin kecil sekali, sehingga
pada suatu saat setiap orang mudah memegang kepemimpinan dalam hal ia mempunyai
kelebihan.
c.
Individualitas
murid dapat berkembang dalam iklim demokratis, sedangkan perkembangannya
tertekan dalam suasana otokratis karena setiap murid mempunyai status yang
rendah tanpa dapat mengembangkan indivualitasnya.
d. Dalam iklim otokratis tindakan kelompok bukan
tertuju kepada pimpinan, melainkan terhadap salah seorang murid, sebab murid
mudah dijadikan kembing hitam; secara potensial murid dapat menjadi saingan
atau lawan murid lainnya.
Tabel Perbandingan Iklim Demokratis dengan
Iklim Otokrasi
Iklim Demokratis
|
Iklim Otokrasi
|
Terdapat suasana kerja sama, pemberian saran
yang bersifat konstruktif, dan adanya penghargaan terhadap orang lain.
|
Lebih banyak dikeluarkan kecaman tajam yang
bersifat pribadi.
|
Terdapat suasana kebersamaan.
|
Lebih menonjolkan diri sendiri.
|
Status sosial antara pemimpin dan dipimpin
dan yang dipimpin sangat sedikit, sehingga suatu saat siapa pun bisa menjadi
pemimpin apabila dia memiliki kelebihan.
|
Adanya pimpinan yang kuat menghalangi pihak
lain untuk memegang pimpinan.
|
Individualitas siswa dapat berkembang.
|
Individualitas siswa tidak dapat berkembang.
|
Kedua iklim tersebut memiliki kelebihan dan
kekurangan tersendiri. Iklim demokratis lebih sesuai untuk penyesuaian diri
yang baik, pemberian kesempatan dalam hal mengekspresikan diri, persaingan yang
sehat, menumbuhkan rasa kebersamaan, an lain sebagainya. sedangkan iklim
otokrasi lebih sesuai untuk penanaman kedisiplinan di kalangan siswa.
3. Persaingan dan Kerjasama
Prestasi
yang baik akan mendapatkan nilai yang tinggi, begitu pula dengan mereka yang
prestasinya rendah pasti akan mendapatkan angka rendah pula. Hal ini akan
menimbulkan persaingan - apalagi ketika mereka yang mempunyai prestasi yang
baik dan mendapatkan nilai yang tinggi – diberikan sebuah hadiah, persaingan
antar siswa pun akan segera muncul untuk mendorong mereka memperoleh angka yang
setinggi-tingginya untuk tiap pelajaran, segala cara pun akan mereka lakukan
untuk mendapatkannya.
Persaingan
akan dinilai baik tergantung apa yang mereka saingkan, ketika mereka bersaingan
dalam hal kebaikan seperti apa yang telah dicontohkan di atas, persainganpun
akan di anggap positif, sebaliknya jika persaingan tersebut mendatangkan musuh
bagi lawan sehingga memenculkan persaingan yang dianggap negative dan merugikan
masyarakat lingkungan, khususnya mencemarkan nama baik sekolah.
4. Model dan Peranan
Dalam
masyarakat tradisional seperti terdapat di pedesaan yang terpencil, yang
disebut Gemeinscahft, peranan setiap orang bapak, ibu, pemuda, pemudi,
pria, wanita jelas dan dipahami oelh semua. Sebagai guru diharapkan menjadi
teladan bagi murid-muridnya. Kesalahan guru, menurut pepatah, akan diperhatikan
murid dalam bentuk yang lebih mendalam. Dalam dunia yang kian kompleks ini harus
sanggup memainkan aneka ragam peranan dalam bermacam-macam segmen kehidupan.
Untuk itu ia memerlukan berbagai model kelakuan di luar orang tua dan guru,
untuk situasi sosial yang baru akan diperlakukan model baru pula.
Model-model
bagi Murid di Sekolah
Para
pendidik di masa sekarang harus mempersiapkan anak didik untuk kehidupan masa
depan yang akan berbeda sekali dengan keadaan sekarang, serta anak-anak harus
bergerak dari segmen yang satu ke segmen yang lain dan harus dapat berkelakuan
menurut yang diharapkan oleh setiap kelompok, untuk itu anak harus disiapkan.
Guru
Sebagai Model
Ada
kecenderungan kedudukan, guru makin banyak ditempati oleh kaum hawa, khususnya
id Sekolah Dasar ataupun tingkat menengah. Dapat diakatakan bahwa, guru-guru
menunjukkan heterogenitas, dan mereka semua diharapkan menjadi guru-guru yang
baik di mana pun mereka mengajar dan dapat menjadi model atau teladan bagi anak
didiknya.
Guru-guru pada umumnya mengharapkan
agar murid-murid mempelajarinya apa yang telah diajarkan guru-guru kepadanya.
Setiap murid harus menguasai ketrampilan apa yang telah di sampaikan oleh guru.
Mereka harus rajin belajar agar memperoleh prestasi yang tinggi. Tinggal kelas
adalah kegagalan yang mempengaruhi pribadi anak, yakni menurunkan statusnya
dalam pandangannya sendiri dan orang lain di sekitarnya.
Bagi guru pelanggaran disiplin kelas
dan sekolah dianggap serius, misalnya membuat gaduh dalam kelas, menentang
guru, berkelahi, dan segala sesuatu yang dapat merugikan lingkungan sekolah
mapun individu. Guru yang juga memperhatikan aspek kepribadian anak, seharusnya
menerima pendirian para ahli mental hygiene dan menjadikannya sebagai pedoman
untuk mencapai tujuan akademis. Ia akan lebih banyak memebrikan tanggung jawab
kepada anak-anak untuk memelihara disiplin dan bekerja tanpa mengganggu orang
lain dan dengan ini pula akan memupuk disiplin diri. Ia juga akan lebih
memperhatikan anak-anak pndiam dan penakut dan mencoba memahami dan membantu
mereka. Dengan demikian tidak hanya mengajar tetapi juga mendidik.
Sebagai orang tua mengaharapkan pula
agar anaknya menjadi anak yang pandai dan bertanggung jawab serta dapat
melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Sekolah dipandang
sebagai persiapan untuk kehidupan yang baik dikemudian hari dank arena itu
banyak orang tua yang tidak ragu-ragu memberikan pengorbanan yang besar-besaran
bahkan sering apa yang dilakukannya di atas kemampuannya untuk memungkinkkan
anaknya belajar di perguruan tinggi.
Lain halnya denga tingkat kemampuan
sosial mempengaruhi harapan dan aspirasi orang tua kepada anaknya. Kebanyakan
orang tua dpedesaan yang memerlukan tenaga anaknya dalam perjuangan hidup tidak
begitu memntingkan pendidikan formal, mereka hanya memilih sekoalh yang dalam
waktu singkat mempersiapkan anaknya
untuk suatu pekerjaan.
Harapan seorang murid ketika mereka
masih dalam tingkat dasar/ SD, apa yang dikatakan oleh guru, itulah yang benar
yang tidak dapat dibantah oelh orang tua, keadaan akan berbeda ketika murid
beranjak ke jenjang di atasnya, mereka akan lebih cenderung mngikuti harapan
dari teman-temannya dari orang tuanya. Apa yang diharapkan oleh teman-temannya
berbeda dengan apa yang telah diharapkan orang tua.
III. STRUKTUR SOSIAL SEKOLAH
A. DEFENISI
STRUKTUR SOSIAL
Struktur sosial dalam
sekolah adalah :
1. Materilnya
(kepala sekolah, pegawai, guru, murid dll)
2. Hubungan
antar materil (apa yang diharapkan guru dari murid dan sekolah)
3. Hakekat
masyarakat itu sebagai keseluruhan (yakni cara bagian bagian menjadi suatu
kesatuan yang menjalankan fungsinya)
B. KEDUDUKAN
DAN PERANAN DALAM STRUKTUR SOSIAL
Kedudukan atau status menentukan posisi seseorang dalam
struktur sosial, yakni menentukan hubungannya dengan orang lain. Status atau
kedudukan menentukan kelakuan orang tertentu. Status atau kedudukan individu
mempengaruhi peranannya. Dalam tiap kedudukan itu ia menjalankan peranan
tertentu. Berdasarkan kedudukan daripadanya diharapkan kelakuan tertentu. Kedudukan
seseorang ada yang diperoleh berdasarkan kelahiran, ada pula yang diperoleh
sendiri berkat usaha individu.
Peranan adalah konsekuensi atau
akibat kedudukan atau status seseorang. Cara-cara seorang membawakan peranannya
dapat berbeda menurut kepribadian seseorang. Peranan mencangkup kewajiban dan
hak yang bertalian dengan kedudukan. Peranan
selalu mempunyai segi timbale balik. Maka dapat dikatakan bahwa peranan adalah
serangkaian hak dan kewajiban yakni bersifat timbale balik dalam hubungan antar
individu. Hak adalah kesempatan atau kemungkinan untuk bertindak yang
sebaliknya menimbulkan kewajiban pada pihak lain untuk memungkinkan tindakan
itu. Hak sesorang dimungkinkan dan dibatasi oleh kewajiban pihak lain untuk
mematuhinya.
Makin maju suatu masyarakat makin bnayak kesempatan bagi
setipa orang untuk menduduki tempat tertentu, sekalipun sering melalui
persaingan yang berat.
1.
Kedudukan
Kepala Sekolah
Kepala sekolah menduduki kedudukan
yang paling tinggi di sekolah berkat kedudukannya,tetapi juga karena sering
pengalaman, masa kerja dan pendidikannya. Ialah yang berhak mengambil keputusan
yang harus di patuhi oleh seluruh sekolah .disamping hak itu ia memikul
tanggung jawab penuh atas kelancaran pendidikan disekolah.Kepala sekolah
merupakan perantaraantara atasan yakni Kanwil dan Guru-guru.Keputusan-keputusan
mentri pendidikan dan kebudayaan disampaikan oleh Kanwil melalui kepala sekolah
kepada guru-guru dan murid-murid.
Kepala sekolah juga berkedudukan
sebagai konsultan yang memberikan petunjuk ,nasehat,saran-saran kepada
guru-guru dalam usaha untuk memperbaiki mutu sekolah. Kepala sekolah juga
memegang kepemimpinan disekolah dan ia di harapkan sanggup member pimpinan
dalam segala hal yang mengenai sekolah,dalam menghadapi masyarakat, muri-murid
maupun guru-guru.
Disekolah yang kecil,khususnya yang
tidak mempunyai pegawai administrasi,kepala sekolah sering harus berpungsi
sebagai petugas administrasi,mengurus korespondensi, mengantar surat keberbagai
instansi,membuat laporan-laporan dan sebagainya,karena biasanya ia mempunyai
jam mengajar yang di kurangi,bahkan dapat dibebaskan dari tugas mengajar.Dan
pekerjaan administrasi itu kepala sekolah dapat dibantu oleh guru.Akan tetapi
disekolah menengah biasanya kepala sekolah di bantu oleh oegawai administrasi.
2.
Kedudukan
Guru
Kedudukan guru lebih rendah dari
pada kepala sekolah dan karena itu ia harus menghormatinya dan bersedia untuk
mematuhinya dalam hal-hal mengenai sekolah.Dalam kenaikan pangkat ia bergantung
pada disposisi atau rekomendasi yang baik dari kepala sekolah dank arena itu
banyak sedikitnya masa depannya di tentukan oleh hubungan-hubungan dengan
kepala sekolah itu. Kedudukan guru juga turut ditentukan oleh lama masa kerja. Berkat
usia dan pengalamannya mengajar guru lama mengharapkan rasa hormat dari guru-guru
baru atau yang lebih muda.
3.
Kedudukan
petugas sekolah/bukan pengajar
Yang termasuk golongan ini antara
lain pegawai administrasi dan pesuruh sekolah secara formal kedudukan mereka
lebih rendah dari kepala sekolah dan tenaga pengajar. Hierarki itu juga diterima
oleh yang bersangkutan dan oleh masyarakat sekolah. Dalam praktik ada
kemungkinan pegawai administrasi yang telah lama memegang jabatannya dan telah
mengenal seluk beluk sekolah mempunyai kedudukan yang lebih tinggi.
Petugas sekolah mempunyai peranan
membantu kepala sekolah dan guru, utamanya dalam hal administrasi sekolah dan
penyediaan kebutuhan sekolah.
4.
Kedudukan
Murid
Murid-murid suatu kelas pada umumnya
mempunyai usia yang sama untuk menjadi suatu kelompok yang kompak dakam
menghadapi kelas lain. Terhadap kelas yang lebih tinggi mereka merasa dirinya
orang bawahan sebagai adik terhadap kakak yang pantas menunjukan rasa hormat
dan patuh.
Kedudukan atasan dan kekuasaan
murid-murid kelas tinggi diperkuat oleh tugas kehormatan yang diberikan kepada
mereka,sebagai ketua OSIS,ketua regu olah raga atau panitia,pengurus atau
pemimpin perkumpulan atau kegiatan siswa.
Struktur
Sosial Murid – Murid Di Sekolah
Sekolah bagi murid-murid dapat
dipandang sebagai system persahabatan dan hubungan –hubungan soaial.Bedanya
dengan orang dewasa ialah bahwa struktur sosial ini lebih bersifat tak
formal.Kedudukan murid hanya dikenal dalam lingkungan sekolah saja. Ada juga
kedudukan murid yang lebih formal seperti ketua OSIS. Akan tetapi kebanyakan
kedudukan murid bersifat tak formal dan hanya diketahui dalam kalangan sekolah
itu saja.
Ada dua metode utama untuk mempelajari
struktur informal para pelajar:
a.
Teknik
sosiometri yaitu dalam garis besarnya kepada murid diberikan pertanyaan lalu
dari hasil pertanyaan itu diajukan kepada setiap murid dalam kelas atau
kelompok murid dapat disusun suatu diagram yang disebut sosiogram.
b.
Metode
partisipasi-observasi yaitu sambil turut berpartisipasi dalam kegiatan kelompok
selama beberapa waktu mengadakan observasi tentang kelompok.
Disuatu sekolah dapat kita temukan
macam-macam kedudukan murid dan hubungan antar murid,antara lain :
o
Hubungan
dan kedudukan berdasarkan usia dan tingkat kelas
o
Struktur
sosial berhubungan dengan kurikulum
o
Klik
atau kelompok persahabatan disekolah
o
Hubungan
antara struktur masyrakat dengan pengelompokan disekolah
o
Kelompok
Elite
o
Kelompok
siswa yang mempunyai organisasi formal
C. HUBUNGAN
GURU-MURID
Hubungan antara guru dan murid mempunyai sifat yang relatif
stabil.
1. Ciri has dari hubungan ini
adalah bahwa terdapat status yang tak sama antara guru dan murid.
2. Dalam hubungan guru-murid
biasanya hanya murid diharapkan mengalami perubahan kelakuan sebagai hasil
belajar.
3. Aspek ke tiga ini mertalian
dengan aspek ke dua yakni perubahan kelakuan yang diharapkan mengenai hal-hal
tertentu yang lebih spesifik dan umum.
Guru akan lebih banyak mempengaruhi kelakuan murid apabila
dalam memberi pelajaran dalam kelas hubungan itu tidak sepihak.
D.
KLIK
DI KALANGAN GURU
Dikalangan guru-guru sering terjadi pengelompokan atau
pembentukan “klik” (clique) yang bersifat informal.Ada kelompok yang dibentuk
berdasarkan :
a. Jenis kelamin
b. Minat professional
c. Sosial
d. Kedudukan formal yang sama
Klik memegang peranan dalam mengambil berbagai keputusan.
Maka besar faedahnya bila kepala sekpolah mengetahui tentang adanya berbagai
kelompok serta hubungan antar kelompok itu atau pertentangan diantaranya.
E. PENGELOMPOKAN
DI SEKOLAH
Pengelompokan atau pembentukan klik
mudah terjadi disekolah. Suatu klik terbentuk bila dua orang atau lebih saling
merasa persahabatan yang akrab dan Karena itu banyak bermain bersama,saling
bercakap-cakap,merencanakan dan melakukan kegitan yang sama didalam maupun di
luar sekolah bila klik ini mempunyai sikap anti sosial maka klik itu dapat
menjadi “geng”
Sttabilitas klik dapat diselidiki
dengan menggunakan teknik sosiometri pada jangka waktu tertentu, misalnya
dengan jarak waktu 1,2 atau 3 tahun. Dengan membandingkan sosiogram nya dapat
kita lihat perubahan-perubahan yang terjadi. Faktor yang paling penting dalam
pembentukan klik adalah usia atau tingkat kelas. Menurut pengamatan sehari-hari
tampaknya anggota suatu klik mempunyai minat atau kegemaran yang sama misalnya
musik, olah raga dan sebagainya.
F. PENGARUH-PENGARUH
LUAR TERHADAP SEKOLAH
Berbagai hal diluar sekolah yang dapat mempengaruhi system
sekolah antara lain:
1. Pengaruh terhadap peranan
murid
Peranan murid antara lain ditentukan oleh guru akan tetapi
oleh pandangan masyarakat tentang peranan murid antara lain oleh keluarga
murid, kelompok sepermainan, model-model bagi kelakuannya termasuk tokoh-tokoh
media masa. Orang tua dapat mempengaruhi sikap anak terhadap otoritas
guru,dapat mendukung atau mencela guru dalam tindakannya.
2. Pengaruh luar terhadap guru
Pearanan guru sebagian besar ditentukan oleh harapan-harapan
kepala sekolah dan pihak atasan.Murid-murid sendiri jarang menantang kedudukan
guru. Akan tetapi pihak luar dapat mempengaruhi peranannya, antara lain:
a. Orang tua murid
b. Perkumpulan guru
c. Keluarga dan teman
sepergaulan guru
Walaupun orang tua jarang berhadapan
muka dengan guru kecuali dalam hal-hal khusus, namun pengaruh orang tua sangat
besar atas kelakuan guru.
3. Pengaruh luar terhadap
sekolah
Tiap sekolah berada dalam lingkungan sosial tertentu, yakni
masyarakat sekitar, daerah, maupun Negara. Norma-norma yang berlaku dalam
masyarakat sekitar sekolah mau tidak mau harus di hormati guru.
IV. SEKOLAH SEBAGAI SUATU BIROKRASI
DAN
SARANA MOBILITAS SOSIAL
A. Sekolah Sebagai Suatu Birokrasi
Birokrasi adalah merupakan rasional efisiensi
organisasi yang setiap anggotanya hanya bertanggung jawab pada tugas yang
dipegangnya dan dia mampu (kompeten) untuk melakukannya (Bahar,1989:103). Di
sekolah adalah merupakan organisasi yang memiliki suatu tujuan yang ingin
dicapai dalam rangka proses pencapaian tujuan melibatkan semua anggota yang
berada dalam unit sekolah tersebut, berkaitan dengan anggota-anggota yang ada
diharapkan semua mampu melaksanakan apa yang menjadi tanggung jawabnya, sebab
di dalam suatu organisasi adalah masing-masing anggota telah memiliki tugas dan
wewenang sesuai dengan bidangnya masing-masing. Birokrasi merupakan hal yang
negatif, sebab dengan birokrasi maka pelayanan organisasi tidak cepat, harus
mengikuti ketentuan yang baku dan kepemimpinannya terpusat atau dikendalikan
oleh seorang pemimpin. Hal-hal tersebut tidak seluruhnya benar sebab dengan
birokrasi maka kepemimpinan terkontrol, dan apabila ada kesalahan menjadi
tanggung jawab seorang pemimpin. Ciri-ciri birokrasi adalah melayani fungsi
yang vital (pokok) kebutuhan masyarakat.
Menurut Rodman B. Webb dalam Bahar
(1989:104) ciri-ciri birokrasi sebagai berikut:
1. Separate organization,
artinya secara struktural birokrasi itu merupakan suatu organisasi yang
terpisah dan mempunyai banyak staf yang bekerja full time. Pola
kehidupan organisasi staf terpisah dari kehidupan pribadi. 2. Orderly and
Stable Hierarchies, artinya bahwa ciri dasar birokrasi itu adalah lingkaran
organisasi yang teratur dan rapi (orderly hierarchical organization) baik
dari segi bentuk maupun dari segi pembagian kerjanya. 3. Fix Yurisdiction, artinya
bahwa birokrasi itu mempunyai peraturan yang mengatur tata cara pelaksanaan
birokrasi tersebut baik ke dalam maupun ke luar. 4. Status Competence, artinya
bahwa status individu terdapat dalam birokrasi, umpamanya para anggota
(pegawai) birokrasi harus memahami dan melaksanakan peraturan atau cara kerja
birokrasi, menjaga rahasia birokrasi dan lain-lain 5. Formal Communication, artinya
bahwa birokrasi mempunyai jalur komunikasi formal baik ke dalam maupun ke luar.
6. Objectivity and Rationality, artinya bahwa birokrasi itu diharapkan
membuat prosedur yang tertulis, Otoritas yang jelas, peraturan yang terpola.
Idealnya birokrasi itu adalah lambang dari rasional organisasi sosial.
Mengapa kita membicarakan sekolah
sebagai suatu birokrasi? Sebab sekolah merupakan organisasi yang unik. Sekolah
itu adalah istimewa atau mempunyai kekhususan sebab dia diharapkan untuk dapat
mentransmisikan nilai-nilai, ide-ide, dan menyebarluaskan pengetahuan dengan
cara membantu pertumbuhan atau perkembangan kognitif dan emosi, mengelompokkan
atau menyeleksi siswa-siswa pada beberapa kategori antara lain bidang studi,
jabatan, kepintaran dan sebagainya, dengan konsekuensi masa depan yang cerah. Secara
organisasi, sekolah terdiri atas periode-periode, dan murid-murid dibagi ke
dalam beberapa kelompok berdasarkan tingkatan dan prestasi. Menurut Max Weber
dalam Bahar (1989:105-108) ciri organisasi dengan tipe ideal yaitu:
1. Devision
of Labort Securitment, and promotion policies
Guru maupun petugas administrasi mempunyai tugas
masing-masing baik di sekolah maupun di rumah, karena masing-masing telah
mengerjakan secara rutin pekerjaannya, maka dia ahli dalam bidangnya. Di
membuat jadwal dan pekerjaannya dengan rapi dan padat. Seandainya konsekuen dan
bertanggung jawab dengan tugas yang dilakukan tentu mendatangkan hasil yang
baik. Dengan memberikan gambaran tugas tersebut menunjukkan bahwa penempatan
seseorang pada jabatan/pekerjaan harus jelas tentang tugas yang harus
diembannya dan sebelum melaksanakan tugas perlu diadakan penataran (pra-jabatan)
baik mengenai ketrampilan maupun sikapnya. Sikap akan mempengaruhi keefektivan
pekerjaan guru walaupun melakukan tugas di kelas, namun persyaratan sikap
haruslah cocok dengan peraturan dan ketentuan negara.
2. Hierarchical
System of Autority
Jenjang atau tingkatan kepemimpinan sekolah dapat
digambarkan sebagai berikut:
Bagan : Jenjang
Kepemimpinan Sekolah
Masing-masing
tingkatan ini mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berbeda, dengan
sendirinya mempunyai jalur komunikasi yang berbeda pula. Contoh guru di kelas
ada yang menggunakan komunikasi dua arah, ada yang menggunakan satu arah
seperti direktur dan bawahannya. Sebagian tanggung jawab seseorang dalam
jenjang kepemimpinan mempunyai hubungan timbal balik. Guru dalam memanggil
murid dengan nama panggilan sehari-hari misalnya; Alek, Ronald atau Pur, itu
berbeda kalau memanggil dengan kata ganti kamu, anda, engkau. Dengan
menggunakan nama panggilan maka anak akan merasa lebih dekat dengan guru,
apabila anak merasa asing maka mempengaruhi kelancaran komunikasi dengan demikian
hirarkhi kepemimpinan tidak berjalan dengan lancar.
3. Ruler, Regulation, and Procedures
Setiap sekolah
mempunyai peraturan tersendiri, seperti siswa yang terlambat harus melapor
kepada guru piket dan menandatangani kartu terlambat, memakai pakaian seragam
sekolah, rambut pria tidak boleh panjang (gondrong). Ketentuan-ketentuan
tersebut harus disosialisasikan dengan peraturan. Peraturan ini dicetak
sedemikian rupa dan ditempelkan pada papan pengumuman sehingga dapat dibaca
setiap saat, dan bahkan guru menempelkan pada buku pegangan guru supaya dapat
mengingatkan siswa yang melanggar peraturan.
4. Formalized and Effectively Neutral Role
Relationship
Organisasi
sekolah terdiri dari beberapa unsur yang formal manusia (bukan benda),
maka kelakuan yang formal (terlihat pada prosedur tertentu) akan sulit
mencapai hasil. Oleh karenanya hubungan yang terjadi di sekolah harus netral,
artinya terjadinya saling pengertian antara guru dan murid, saling memahami,
berinteraksi dan lain-lain.
5. Relatioality of the Total Organization
Kecenderungan
administrasi organisasi adalah untuk mencoba dan mencari alat yang paling
efisien dalam rangka menghasilkan suatu fungsi. Begitu juga halnya dengan
sekolah yaitu berusaha untuk mencapai tingkat efisiensi yang sedemikian rupa.
6. Position Belong Organization
Ada kepala
sekolah yang akan pensiun, dia seorang kepala sekolah yang dikenal atau
populer. Teman-teman dan murid menyenanginya, sebentar lagi akan diganti dengan
yang lebih muda, tentu kepala yang baru akan membawa suasana pula. Apakah
kepala sekolah yang baru ini akan menjadi populer? Tentu belum tentu karena
masing-masing orang mempunyai keunikan tersendiri dalam memimpin. Hal ini
dipengaruhi seseorang dalam suatu organisasi.
B. Sekolah Sebagai Sarana Mobilitas
Sosial
Mobilitas sosial ada hubungannya dengan
perubahan suatu masyarakat. Perubahan itu dapat berarti perkembangan maju atau
mundur suatu masyarakat. Secara umum mobiltias itu perputaran dari positif
menjadi negatif atau sebaliknya. Menurut Robert G. Burgess dalam Bahar
(1989:36) mobilitas sosial itu mengacu pada turun naiknya perkembangan kelas
sosial seseorang. Mobilitas menurut Ivan Reid dalam Bahar (1989:36) ada 3
(tiga) macam yaitu:
1. Horizontal
social mobility
Perubahan
yang terjadi hanyalah waktu dan tempat. Akan tetapi jenis pekerjaannya sama
dengan sebelumnya. Seperti pindah kerja ke tempat yang lain dengan jenis
pekerjaan yang sama.
2.
Intragenerational social mobility
Perubahan
yang dramatis yaitu perubahan yang terjadi secara dramatis, mungkin karier
seseorang itu menanjak atau mungkin saja jatuh.
3. Intergenerirational social mobility
Perubahan
yang terjadi karena sesuatu seperti karier seseorang anak meningkat karena
orang tuanya memegang tampuk pimpinan di dalamnya.
Ada hubungan antara pendidikan dengan
mobilitas sosial. Hal ini seperti pendapat Robert G. Burgess dalam Bahar
(1989:37) bahwa sistem pendidikanlah yang menjadi mekanisme mobilitas sosial.
Pendapat Ivan Reid dalam Bahar (1989:37) menyatakan bahwa pendidikan itu memainkan
peranan yang penting dalam mobilitas sosial sekalipun tidak tertuju pada
penempatan pekerjaan tertentu. Berkaitan dengan peranan pendidikan dalam
mobilitas sosial, kita mengakui bahwa kualifikasi pendidikan harus dihubungkan
secara langsung dengan jenis pekerjaan. Dengan demikian pendidikan ikut
menentukan status sosial. Menurut Bahar
(1989:37) ada beberapa hal dalam melihat hubungan antara sekolah dengan
mobilitas sosial yaitu:
1. kesempatan
pendidikan. Kesempatan pendidikan ini banyak ditentukan oleh faktor-faktor
tertentu antara lain kedudukan atau status sosial masyarakat. Kalangan
masyarakat bawah menginginkan terjadinya perubahan atau mobilitas sosial
melalui pendidikan,
2. mendapatkan
pekerjaan, kualifikasi pendidikan ada hubungannya dengan jenis pekerjaan, akan
tetapi tidak semua orang yang berkualifikasi tinggi dalam pendidikan
mendapatkan yang cocok dengan pekerjaannya. Sebab dalam kenyataan ada rintangan
misalnya ketersediaan lapangan pekerjaan. Kesempatan pekerjaan antara satu
daerah dengan daerah lain berbeda-beda karena mobiltias sosial dipengaruhi
adanya pendidikan, maka pendidikan menghasilkan kualifikasi yang lebih banyak,
paling tidak sesuai dengan lapangan pekerjaan.
Jadi secara singkat hubungan dengan
mobilitas sosial dipengaruhi kesempatan memperoleh pendidikan dan kesempatan
memperoleh pekerjaan sesuai dengan kualifikasi pendidikannya. Sehingga apabila
ingin mobilitas sosial
semakin baik atau maju maka kesempatan memperoleh
pendidikan semakin baik, dan hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan lapangan
pekerjaan.
V. SEKOLAH
DAN DUNIA KERJA
Kesiapan adalah segala sesuatu yang
harus dipersiapkan dalam melaksanakan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan.
Untuk itu kesiapan memasuki dunia kerja diperlukan pengetahuan
tentang gambaran orang-orang bekerja pada suatu bidang pekerjan tertentu. Selama
ini kita tahu proses belajar atau yang sering kita sebut pendidikan telah kita
dapat di sekolah-sekolah, mulai dari TK sampai SMA bahkan sampai perguruan
tinggi. Sekolah menjadi penting artinya melalui sekolah kita mendapat
pendidikan yang menentukan arah kehidupan kita dalam menapaki masa depan
terutama dalam mencari sebuah pekerjaan
A. Pendidikan Mengakibatkan Perbedaan
Status
Menurut Karsidi (2007:285) disebutkan
bahwa: “makin tinggi tingkat sekolahnya makin tinggi tingkat penguasaan ilmunya
sehingga dipandang memiliki status yang tinggi di masyarakat”. Memperjelas
pendapat tersebut juga disebutkan bahwa pendidikan merupakan anak tangga
mobilitas yang penting. Jenis pekerjaan yang kasar berpenghasilan baik sukar
diperoleh tanpa seseorang mampu membaca petunjuk dan mengerjakan soal hitungan
sederhana. Pada prinsipnya pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan
status seseorang.
Dari 3 (tiga) jalur pendidikan mulai
dari informal, formal dan nonformal, yang lebih menjanjikan adalah, jalur non
formal dan formal. Hal ini ditandai dengan adanya orang mendapatkan pekerjaan
selain keahlian juga secara formal memiliki ijasah/sertifikat tertentu. Untuk
memperoleh status sosial menurut Ralph Linton dalam Gunawan (2000:42) ada dua
macam yaitu:
1) ascribed
status, ialah status yang diperoleh dengan sendirinya oleh seseorang
anggota masyarakat. Misalnya dalam system kasta seorang anak sudra, langsung
saja sejak lahir ia berstatus kasta saudara. Seorang anak raja langsung menjadi
bangsawan;
2) achieved
status, ialah kedudukan yang dicapai seseorang dengan usaha yang disengaja,
seperti sarjana untuk lulusan S1, magister lulusan S2, dan doktor lulusan S3
dan seterusnya.
Dampak pendidikan memang besar dalam
kehidupan manusia. Melalui pendidikan seseorang dapat meningkatkan statusnya.
Memerhatikan salah satu fungsi pendidikan adalah proses seleksi terjadi di
segala bidang kehidupan baik di sekolah maupun di tempat-tempat kerja. Untuk
masuk sekolah terjadi seleksi antara semua calon. Maksud seleksi tentu untuk
mendapatkan hasil yang terbaik. Dalam mencari pekerjaan atau untuk memangku
suatu jabatan diperlukan juga seleksi tujuannya untuk memperoleh penghargaan
dan dapat meningkatkan tenaga kerja yang cakap dan trampil sesuai dengan
jabatan yang akan dipangkunya.
Sekolah juga sebagai lembaga yang
berfungsi melatih dan mengembangkan tenaga kerja. Sekolah mengajarkan bagaimana
bertanggung jawab terhadap tugas, disiplin sesuai aturan-aturan yang telah
ditetapkan. Melalui pendidikan seseorang dapat meningkatkan dan mengembangkan
dirinya sehingga status sosialnya berubah. Menurut Syuhada (1988:126-131)
Kebutuhan masyarakat akan pendidikan sangat penting sehingga dalam
mengembangkan pendidikan perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1. Relevasi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat
Dewasa ini semakin dirasakan bahwa
pendidikan belum menjawab kebutuhan masyarakat, sebab upaya-upaya pendidikan
belum terkait secara nyata dengan lapangan kerja dalam masyarakat. Para
pelajar, mahasiswa memasuki sekolah dan perguruan tinggi tanpa pemahaman yang
jelas. Kebanyakan karena ikut-ikutan teman juga keinginan orang tua. Dampak negatif
dari kesenjangan itu, banyak/tidak sedikit tamatan sekolah dan perguruan tinggi
yang terpaksa menganggur atau memasuki lapangan pekerjaan yang tidak sesuai
dengan latar belakang pendidikannya. Seharusnya diusahakan pendidikan itu
dikembangkan ke arah pemenuhan kebutuhan masyarakat. Barangkali pernah
mendengar konsep link and match yang dikembangkan dalam sekolah-sekolah
kejuruan di mana diharapkan para lulusannya dapat langsung diserap dalam dunia
kerja. Sebenarnya ide ini didasarkan kepada pentingnya pendidikan yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat
2. Panduan
pendidikan dan latihan
Sebagian masyarakat telah menyadari
kekurangan dari pendidikan formal di sekolah, di mana masih terdapat
kekurangan-kekurangan. Untuk melengkapi kekurangan-kekurangan tersebut perlu
ada kegiatan pendidikan dan latihan di masyarakat. Sekarang ini memang sudah
banyak pusat-pusat pendidikan dan latihan akan tetapi out-putnya juga mengalami
kondisi seperti dalam pendidikan formal. Mengapa keadaan seperti ini terjadi?
Hal tersebut terjadi sebab peserta pendidikan dan latihan tidak memahami kegiatan-kegiatan
yang diikuti. Akibatnya begitu selesai mengikuti kegiatan tidak bisa bekerja.
Kondisi seperti ini menimbulkan kekecewaan dalam masyarakat. Kekecewaan seperti
itu dapat dihindari sekurang-kurangnya apabila pihak yang berkompeten baik
pemerintah maupun swasta secara terbuka memberikan informasi yang jelas tentang
lembaga-lembaga pendidikan dan latihan yang diselenggarakan kepada masyarakat
luas baik lewat media massa maupun lembaga-lembaga pendidikan di bawahnya.
Kegunaan panduan pendidikan dan latihan itu antara
lain:
a. Sebagai
sumber informasi bagi keluarga-keluarga yang diantara anggota keluarganya akan
atau sedang memasuki suatu jenjang pendidikan dan latihan, guna memberikan
pertimbangan-pertimbangan kepada yang bersangkutan.
b. Sebagai
sumber informasi bagi para guru dan pembimbing di sekolah-sekolah untuk
mengarahkan siswanya memilih pendidikan dan latihan yang sesuai.
c. Sebagai
sumber informasi bagi guru dan pembimbing di sekolah-sekolah dalam rangka
pemilihan studi lanjut yang sesuai dengan keadaan pribadi siswa.
d. Sebagai
sumber informasi bagi para perencana pendidikan dan latihan dalam
mengembangakan program-program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
e. Sebagai
sumber informasi bagi para pemilik lapangan pekerjaan dalam merekrut tenaga
yang tersedia.
Karena peranan pendidikan dapat
meningkatkan status seseorang maka program pendidikan perlu direncanakan atau
didesain sehingga dapat menjawab kebutuhan dari masyarakat, baik ditinjau dari
lingkungan masyarakat yang sempit maupun masyarakat secara luas.
Dalam menyelenggarakan pendidikan
(sekolah) banyak kendala yang dihadapi antara lain dana terbatas, sarana kurang
memadai dan adanya drop out (DO). Drop out adalah dimana
anak didik tidak mampu menyelesaikan suatu jenjang pendidikan, sehingga tidak
dapat melanjutkan studinya ke jenjang berikutnya. Contoh anak tidak dapat
menyelesaikan jenjang sekolah dasar karena pada kelas VI (empat) terpaksa
keluar karena sesuatu hal misalnya menyangkut biaya sekolah walaupun sebenarnya
di jenjang sekolah dasar bebas SPP (uang sekolah).
Masalah putus sekolah khususnya pada
jenjang pendidikan rendah, kemudian tidak bekerja atau berpenghasilan tetap,
merupakan beban masyarakat. Bahkan sering menjadi penganggu ketentraman
masyarakat. Hal ini diakibatkan kurangnya pendidikan atau pengalaman
intelektual, serta kurangnya keterampilan yang dapat menompang kehidupan
sehari-hari. Lebih-lebih bila mengalami frustasi dan rendah diri, bisa
menimbulkan gangguan-gangguan masyarakat berupa perbuatan kenakalan yang bertentangan
dengan norma-norma sosial yang positif.
Putus sekolah bisa menimbulkan akibat
negatif dalam masyarakat, untuk itu penanganannya menjadi tugas peran pendidik
pada umumnya. Ada beberapa langkah penanganannya menurut Gunawan (2000:72) ada
3 (tiga) langkah yang dapat didahulukan yaitu:
a. Langkah
preventif, membekali para peserta didik dengan ketrampilan ketrampilan praktis
yang bermanfaat sejak dini, agar kelak bisa diperlukan dapat merespon
tantangan-tantangan hidup dalam masyarakat secara positif, sehingga dapat
mandiri dan tidak menjadi beban masyarakat atau parasit masyarakat. Misalnya
antara lain keterampilan kerajinan, jasa, perbengkelan, elektronika, fotografi,
batik, menjahit.
b. Langkah
pembinaan: memberikan pengetahuan-pengetahuan praktis yang mengikuti
perkembangan/pembaharuan, melalui bimbingan dan latihan-latihan dalam lembaga
pendidikan luar sekolah misalnya antara lain klompencapir, karangtaruna, LKMD,
PKK, dan sebagainya.
c. Langkah
tindak lanjut: memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada mereka untuk
fasilitas-fasilitas penunjang sesuai kemampuan masyarakat, termasuk membina
hasrat pribadi untuk berkehidupan yang lebih baik dalam masyarakat. Misalnya
memberikan penghargaan, bonus, keteladanan, kepahlawanan, dan sebagainya,
sampai berbagai kemudahan untuk melanjutkan studi dengan program Belajar Jarak
Jauh (BJJ), seperti universitas terbuka, seolah terbuka, dan sebagainya.Juga melalui
koperasi dengan berbagai kredit (kredit candak kulak/KCK, kredit profesi, dan
sebagainya).
B. Peningkatan Taraf Hidup Melalui
Pendidikan
Pendidikan dapat dipergunakan untuk
membantu penduduk dalam meningkatkan taraf hidupnya ke tingkat yang lebih
tinggi melalui usaha mereka sendiri. Penegasan ini berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan terhadap masyarakat yang berpenghasilan rendah. Hal ini mudah
dipahami sebab dengan modal pengetahuan yang mantap dan terlebih lagi cara
sengaja materi yang berhubungan dengan masalah ekonomi mendapat tekanan yang
lebih berat, maka out put dari pendidikan dapat berusaha lebih baik
dalam menghadapi segala persoalan tentang kesejahteraannya.
Sebaliknya perkembangan ekonomi juga
dapat membantu peran pendidikan, dengan meningkatnya ekonomi baik masyarakat
sekitar maupun nasional berarti kekuatan untuk memikul biaya pendidikan semakin
besar. Hal ini bisa dilakukan melalui pajak yang diperoleh maupun bantuan langsung
dari masyarakat baik secara lingkup sempit ataupun secara luas.
Keterkaitan antara tingkat pendidikan
dengan tingkat ekonomi atau hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat
sosial ekonomi seseorang digambarkan oleh Clark (1944) dalam Karsidi (2007:186)
sebagai berikut:
1. Makin tinggi
tingkat pendidikan seseorang, makin tinggi penghasilannya (tamatan sekolah
dasar maksimal antara empat dan lima ribu dolar setahun; tingkat sekolah
menengah atas maksimal antara lima dan enam ribu dolar setahun dan tigkat
perguruan tinggi maksimal antara delapan dan sembilan ribu dolar setahun).
2. Tamatan
sekolah dasar (atau sekolah menengah pertama) akan mendapat penghasilan
maksimal pada usia sekitar 25-34 tahun; tamatan sekolah menengah atas akan
mendapatkan penghasilan maksimal pada usia sekitar 35-44 tahun dan tamatan
perguruan tinggi akan mendapat hasil maksimal pada usia sekitar 45-54 tahun.
3. Tamatan
sekolah dasar dan sekolah menengah pertama pada usia tua mendapat hasil lebih
rendah dari hasil ketika mereka mulai bekerja. Tamatan sekolah menegah atas
pada usia tua mendapat hasil yang seimbang dengan hasil ketika mereka mulai
bekerja. Tamatan perguruan tinggi pada usia tua mendapat hasil yang lebih besar
dibandingkan ketika mereka mulai bekerja.
Menurut Ravik Karsidi (2005:202-203)
disebutkan: “lewat pendidikan, manusia dianggap akan memperoleh pengetahuan,
dan dengan pengetahuannya manusia diharapkan dapat membangun keberadaan
hidupnya dengan lebih baik. Implikasinya, semakin tinggi pendidikan, hidup
manusia akan semakin berkualitas. Dalam kaitannya dengan perekonomian secara
umum (nasional), semakin tinggi kualitas hidup suatu bangsa, semakin tinggi
tingkat pertumbuhan dan kesejahteraan bangsa tersebut. ”Keterkitan antara
pendidikan dan pertumbuhan ekonomi menurut Tobing dalam Karsidi (2005:203)
mengikuti teori modal manusia, teori alokasi dan teori reproduksi strata
sosial.
Teori modal adalah bahwa pendidikan
memiliki pengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi. Maksudnya manusia yang
memiliki pendidikan lebih tinggi, yang diukur dengan lamanya waktu sekolah,
akan memiliki pekerjaan dan upah mencerminkan produktivitas, maka semakin
banyak orang memiliki pendidikan tinggi, semakin tinggi produktivitas dan
hasilnya ekonomi nasional akan tumbuh lebih tinggi.
Teori alokasi adalah orang yang
berpendidikan rendah tetapi mendapat pelatihan (yang menggunakan waktu pendek
sifatnya non formal) akan memiliki produktivitas relatif sama dengan orang
berpendidikan tinggi dan formal.
Teori pertumbuhan atau strata sosial
berpendapat bahwa fungsi utama pendidikan adalah menumbuhkan struktur kelas dan
ketidakseimbangan sosial.
Sesuai dengan teori di atas, apabila
ingin agar pertumbuhan ekonomi semakin baik, maka kesempatan memperoleh
pendidikan (formal) harus ditingkatkan.
VI. Peranan Guru Terhadap
Sekolah, Masyarakat, Orang Tua Murid, Murid Dan Guru Lain
A.
Pengertian Peran Guru
Guru adalah pendidik dan pengajar di
sekolah. Menurut UU nomor 20 tahun 2003 pasal 39 ayat 3 (tiga) disebutkan pendidik
yang mengajar pada satuan pendidikan dasar dan menengah disebut guru dan
pendidik yang mengajar pada satuan pendidikan tinggi disebut dosen. Menurut
pasal 1 (satu) ayat 1 (satu) guru adalah pendidik professional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini melalui jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Menurut UU nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan pasal 28 ayat 3 kompetensi tenaga kependidikan
sebagai agen pembelajaran. Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta
pendidikan anak usia dini meliputi: kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi
profesional; dan d. kompetensi sosial. Kompetensi pedagogik berkaitan dengan
kependidikannya, maksudnya hal-hal yang berkaitan dengan kependidikan telah
menjadi bagian dari penguasaan kemampuannya, baik secara teori maupun praktek. Kompetensi
kepribadian adalah sebagai seorang pendidik harus memiliki kepribadian yang
mendukung bidang kependidikannya. Kepribadian terbentuk selain berasal dari
pembaruan juga merupakan hasil dari pembinaan setelah menyelesaikan
pendidikannya atau pada saat pendidik telah berperan sebagai tenaga
kependidikannya. Kompetensi profesional berkaitan dengan keahliannya memerlukan
pembinaan yang cukup lama misalnya jenjang DII minimal 2 tahun; jenjang DIII minimal
3 tahun; dan jenjang S1 minimal 4 tahun, jenjang S2 minimal 6 tahun. Kompetensi
sosial adalah kemampuan guru untuk berperan sebagai anggota kelompok sosial.
Untuk itu seorang guru harus dapat berhubungan sosial dengan murid, dengan
sesama guru, dengan kepala sekolah (stekeholder), dengan orang tua murid
dengan masyarakat secara luas. Menurut Bahar (1989:148) peran sosial adalah
pola tingkah laku yang diharapkan masyarakat dan dipegang teguh oleh masyarakat
tersebut.
Jadi peranan guru yang diharapkan oleh
masyarakat selain mendidik dan mengajar di lembaga sekolah, masih ada
peran-peran yang lain misalnya sebagai
seorangistri/suami; ibu; pekerja rumah tangga, mahasiswa, pejabat,
anggota klub olah raga, anggota klub kesenian dan lain sebagainya.
B. Peran Guru di Sekolah
Di sekolah guru-guru memainkan peran
berkenaan dengan murid, pegawai administrasi, sebagai teman sesama guru. Menurut
Cole S. Brembeck dalam Bahar 91989:148-149) peran sosial guru di sekolah
berkaitan murid;
1. Guru sebagai alat peraga
Ini merupakan istilah yang digunakan
oleh Bahar, sebab guru-guru berada diantara murid dan mata pelajaran. Istilah
ini menurut para ahli media bukan sebagai alat peraga, melainkan sebagai media.
Pengertian alat peraga dengan media berbeda, media lebih luas dibandingkan
hanya sekedar alat peraga. Sebagai media maka guru agar dapat berperan dengan
baik, maka harus memiliki antara lain: penguasaan materi, kurikulum yang
dipakai, metode pembelajaran, ilmu jiwa belajar, hukum belajar mengajar dan
lainlain.
2. Guru sebagai penguji
Guru sebagai penguji maksudnya adalah
melakukan penilaian atau evaluasi terhadap perkembangan hasil belajar murid-muridnya.
Menurut pasal 58 ayat 1 (satu) UU nomor 20 tahun 2003 disebutkan : evaluasi
belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan
dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Sedangkan menurut
undang-undang guru dan dosen UU RI nomor 14 tahun 2005 pasal 1 ayat 1
menyebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,
dan pendidikan menengah.
3. Guru sebagai orang yang berdisiplin
Disiplin berasal dari bahasa Yunani “disciplus
” yang berarti murid atau pengikut seorang guru (Engkoswara, 1972:63)
seorang murid atau pengikut harus tunduk kepada peraturan, kepada Otoritas
gurunya, sedangkan guru harus dapat diikuti muridnya, dengan kata lain seorang
guru sebagai pemimpin di sekolah harus memiliki dan dapat berdisiplin sehingga
menjadi tauladan dalam menegakkan kedisiplinan.
4. Guru sebagai orang terpercaya
Seorang guru di sekolah hendaknya
menjadi orang yang dapat dipercaya, baik dari kata-kata maupun perbuatannya
hendaknya dapat dipercaya oleh murid-muridnya maupun kepada siapa saja yang ada
disekolah.
5. Guru sebagai pengenal kebudayaan
Berkaitan dengan kebudayaan, guru
diharapkan dapat memperkenalkan dan menanamkan nilai-nilai kebudayaan yang ada
di masyarakat. Nilai-nilai dan norma-norma budaya dari masyarakat seluruhnya
atau masyarakat luas, hal-hal yang mampunyai nilai tinggi dan dijunjung tinggi
hendaknya ditanamkan, dijaga keberadaannya.
6. Guru sebagai pengganti orang tua
Di sekolah guru-guru dapat memainkan
peranan sebagai pengganti orang tua atau dengan kata lain guru adalah orang tua
di sekolah. Sehingga segala sesuatu yang terjadi di sekolah merupakan tanggung
jawab guru, dalam hal ini berkaitan dengan kesejahteraan dan keamanan anak-anak
baik dalam memperoleh pengetahuan maupun norma-norma lain seperti agama, negara,
dan masyarakat.
7. Guru sebagai penasehat siswa
Sebagai penasehat, memiliki peran
membantu siswa dalam perencanaan akademis maupun dalam hal memecahkan
masalah-masalah lain yang ada di sekolah. Saat ini peranan tersebut juga
dikatakan sebagai pembimbing di sekolah.
8. Guru sebagai teman bekerja
Di sekolah peranan guru dengan guru
serta dengan pegawai memiliki hubungan profesional, dan dapat dikatakan senasib
dan seperjuangan. Walaupun di sekolah ada unsur senioritas, umur, bidang studi,
tetapi dalam melaksanakan tugas harus tercipta sebagai teman sekerja, dalam melaksanakan
tugas saling bekerja sama dan saling membantu.
9. Guru sebagai ahli/profesional
Guru yang ahli/profesional, hendaknya
menguasai bidang tugasnya. Berkaitan penguasaan ilmu guru tidak diragukan
lagi.menurut UU nomor 14 tahun 2005 pasal 1 (satu) ayat 4 (empat) disebut
profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang guru
dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran,
atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan
pendidikan profesi.
10. Guru sebagai pegawai
Sebagai seorang pegawai guru juga
mendapatkan gaji sebagai seorang pegawai,
guru terikat dengan peraturan pegawai pada umumnya, sehingga guru selain
mendapatkan hak juga memiliki kewajiban sebagai pegawai.
11. Guru sebagai bawahan
Dilihat dari struktur di sekolah guru
merupakan bawahan dari kepala sekolah, untuk itu sebagai bawahan harus tunduk
pada aturan-aturan dari kepala sekolah dengan kata lain guru harus dapat
mengikuti ketentuanketentuan dari pimpinan atau kepala sekolah.
12. Guru sebagai penasehat/konsultan
Sebagai konsultan/penasehat, maka
guru-guru harus dapat berperan menjadi seorang ahli yang mengikuti garis
pedoman berkaitan dengan pengembangan program pengajaran. Peran guru di atas
merupakan peran guru di sekolah. Apabila guru dapat mempunyai dan melaksanakan
peran-peran itu maka guru memiliki peran sosial di sekolah.
Sedangkan peran guru menurut Ki Hajar
Dewantara dalam Eddy Tukidjan (2005:3.37) adalah Tut Wuri Handayani, Ing
Ngarsa Sungtulada, Ing Madya Mangun Karsa. Peran tersebut lazim
disebut sistem among Ki Hajar Dewantara.
1.
Tut Wuri Handayani artinya apabila guru di belakang murid, mengikuti dan
terus menerus memberi pengaruh.
2.
Ing Ngarsa Sungtulada maksudnya apabila ada di depan, maka harus dapat
memberi contoh hal-hal yang baik.
3.
Ing Madya Mangun Karsa artinya apabila di tengah-tengah murid harus dapat
membangkitkan tekad, kemauan dan tenaga untuk mencapai tujuan pendidikan.
C. Peran Guru di Masyarakat
C. Peran Guru di Masyarakat
Apabila guru telah menyelesaikan
tugasnya di sekolah, guru pulang ke rumah dan menjadi warga masyarakat. Di
masyarakat seorang guru masih juga disebut Bapak atau Ibu guru. Dengan
sendirinya guru tidak terlepas dari anggota masyarakat. Masyarakat masih
menghendaki guru berperan di lingkungan masyarakat. Menurut Brembeck dalam
Bahar (1989:125-153) peran sosial guru di masyarakat adalah
1. Peran sebagai participant/peserta
Peran
sebagai perticipant/peserta adalah peranan dari kegiatan yang ada di lingkungan
masyarakat. Menurut penelitian C. Buck Roy terhadap 1.100 guru di Pennysylvania
Amerika serikat bahwa guru-guru pada umumnya ikut berpartisipasi dalam
masyarakat dan sebagai partisipant penuh. Artinya guru berada di posisi
rangking tinggi pada aktivitas masyarakat dibandingkan orang-orang yang
berkecimpung dalam berdangang (bisnis) dan pejabat lainnya. 4 (empat) dari 5
(lima) guru aktif dalam satu atau dua kegiatan yang ada di masyarakat 1/3 dari
jumlah guru adalah aktif dalam semua kegiatan yang ada di masyarakat, dan menghabiskan
waktunya 2 jam per minggunya. Di Indonesia belum ada penelitian tentang ini,
tetapi berdasarkan pengalaman di lingkungan kita banyak guru yang terlibat
dalam kegiatan yang ada di masyarakat.
2. Peran sebagai leader/ pemimpin
Memang guru tidak dididik sebagai
pimpinan masyarakat, tetapi harus dianggap sebagai pemimpin di sekolah,
terutama di kelas, maka guru di masyarakat
dianggap mampu menjadi pemimpin. Guru di masyarakat kita dianggap sebagai tokoh
mayarakat, untuk itu seorang guru di masyarakat harus dapat menempatkan diri
sebagaimana mestinya sebab tokoh juga dianggap sebagai pemimpin.
3. Peran sebagai pembuka jalan
Karena guru dianggap mempunyai
pendidikan yang tinggi dibandingkan masyarakat pada umumnya, maka guru sebagai
pembuka jalan terutama dalalm pembangunan masyarakat. Selain sebagai pembuka
jalan juga sebagai orang yang dapat menjadi tauladan di lingkungannya.
4. Peran sebagai perhatian penuh terhadap anak
Masyarakat berharap agar guru dapat
memperhatikan pada anak-anak. Hal ini bisa dilakukan sebab guru sudah dibekali
adanya psikologi. Dalam rangka memainkan peranan guru di masyarakat maka guru
harus dapat menempatkan diri sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat pada umumnya.
Peran sosial guru dalam masyarakat
dipengaruhi oleh persepsi masyarakat terhadap guru. Kedudukan sosial guru di
masyarakat antara negara satu sama lain berbeda-beda dari satu zaman ke zaman
lain. Pada negara-negara maju seperti Jepang, Malaysia menempatkan guru sebagai
pegawai yang diperhatikan. Untuk itu banyak cerdik pandai lebih dari Indonesia
yang bekerja di Malaysia, termasuk para guru. Namun beberapa fakta juga
menunjukkan penghargaan terhadap pendidikan di Indonesia rendah, demikian pula
dalam bentuk gambaran gaji terhadap guru dan dosen rendah, hal ini memberikan
gambaran bahwa peran sosial guru dan donen di Indonesia belum mendapat
perhatian yang tinggi seperti di negara tetangga kita Malaysia.
Penghargaan guru dan dosen mash rendah
sehingga di dalam melaksanakan perannya belum optimal sebab banyak guru yang
mencari kerja sampingan yang akhirnya berakibat mengurangi porsi perhatian dan
waktu dalam melaksanakan tugas, padahal guru sebagai ujung tombak penyelenggara
pendidikan dan pengajaran di sekolah. Penghargaan
atas peranan guru di negara Indonesia menurut Ravik Karsidi (2001:23-24) ada 2
macam yaitu : 1) pandangan sosial, yaitu penghargaan atas jasa guru dalam
masyarakat; 2) penghargaan ekonomis yakni penghargaan atas peran guru dipandang
dari sebeberapa besar gaji yang diterima ole guru. Penghargaan sosial guru di
masyarakat, terutama di pedesaan, pada umumnya masih dihargai, masyarakat
menghormati guru-guru yang berperan mendidik dan mengajar anak-anak mereka.
D. Peran Sosial Guru Terhadap Murid
Peran sosial guru terhadap murid cukup
banyak, selain berperan sebagai pendidik juga sebagai pengajar. Menurut W.F.
Connel dalam Parsono dkk (1990:5.33)peran seorang guru (1) pendidik (nurturer),
(2) model, (3) pengajar dan pembimbing, (4) pelajar (leaner), (5)
komunikator terhadap masyarakat setempat, (6) pekerja administrasi, serta (7)
kesetiaan terhadap lembaga. Dari beberapa peran tersebut, berkaitan dengan
murid peranannya adalah (1) pendidik, (2) model, (3) pengajar dan pembimbing.
Sedangkan peran keempat, kelima keenam dan ketujuh tidak berkaitan dengan
murid.
1. Pendidik
Pendidik adalah
personnya atau perorangannya, sedangkan mendidik Adalah kegiatannya. Pengertian
mendidik dimaksudkan usaha yang dengan sengaja diadakan dengan mempergunakan
alat pendidikan untuk membantu anak menjadi manusia dewasa yang bertanggung
jawab (Bratanata dkk 1973:6). Tujuan dari mendidik adalah membantu anak
mencapai manusia dewasa yang bertanggung jawab. Dengan peran untuk pembentukan kedewasaan
dan bertanggung jawab, maka seorang guru harus sudah dewasa dan memiliki tanggung
jawab.
2. Peran sebagai model
Model dimaksudkan
sebagai contoh bagi murid-muridnya. Guru sebagai model maka tingkah laku
perbuatan, tutur kata hendaknya sesuai dengan norma yang dianut masyarakat,
bangsa, dan negara. Karena nilainilai dasar negara adalah pancasila, maka
tingkah laku guru atau pendidik harus sesuai dengan nilai-nilai pancasila.
3. Pengajar dan Pembimbing
Sebagai pengajar, guru
melaksanakan tugas mengajar. Yang dimaksudkan dengan pengajaran ialah kegiatan
sekolah yang ditunjukkan pada perkembangan daya intelektual dan penggunaan
kecerdasan anak (Bratanata dkk. 1973:103).Jadi sebagai pengajar guru berperan
membantu perkembangan intelektual dan kecerdasan murid (anak didik). Sebagai
pembimbing artinya 0rang yang melaksanakan kegiatan bimbingan.
Adapun arti bimbingan menurut pasal 25
ayat 1 (satu) PP nomor 28 tahun 1990 tentang pendidikan dasar adalah merupakan
bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan,
dan merencanakan masa depan. Jadi guru yang berperan sebagai pembimbing adalah
guru yang memberikan bantuan kepada murid untuk mengenal dirinya (pribadi), mengenal
lingkungannya agar dapat merencanakan masa depan.
E. Peran Sosial Guru Terhadap Orang Tua
Murid
Bahwa tugas guru di sekolah selain berkaitan
dengan mendidik, juga berkaitan dengan mengajar. Sedangkan peran orang tua
murid terhadap anaknya (peserta didik) berkaitan dengan pendidikan. Jadi antara
guru dan orang tua murid ada peran yang sama yaitu dalam hal pendidikan atau
pada bagian depan dikatakan berperan pembentukan kepribadian yang mengarah
kedewasaan. Guru di sekolah bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan
pendidikan, sedangkan orang tua berusaha untuk membantu terselenggaranya
pendidikan anaknya di sekolah. Peran guru di sekolah melanjutkan pendidikan
yang diselenggarakan oleh orang tua, sehingga guru di sekolah adalah berperan
mengganti peran pendidikan yang dilakukkan orang tua dengan kata lain guru
sebagai pengganti orang tua di sekolah.
Peran guru yang berbeda dengan orang tua
adalah mengajar atau pada penjelasan bagian depan disebut pembentukan
intelektual atau kecakapan. Guru di sekolah bertanggung jawab tentang
pengajaran (mengajar) dan dari usaha tersebut diharapkan terbentuk gejala
intelektual atau menjadi cakap. Dari hasil mengajar guru berkaitan dengan
pembentukan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor (Dimyati dan Mudjiono,
1999:26-29).
Dari upaya guru mengajar dan mendidik di
sekolah, guru secara periodic (misalnya semester) memberikan laporan tentang
hasil yang telah dicapai oleh peserta didik, dalam bentuk nilai raport atau
nilai ujian yang telah diperoleh. Nilai-nilai tersebut dapat memberikan
gambaran kemajuan belajar anak berkat penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran
guru di sekolah.
Agar supaya hasil yang dicapai oleh
murid-murid mendapat predikat maksimal maka guru-guru dengan orang tua murid
perlu menjalin kerjasama yang baik untuk merealisasikan kerjasama antara guru
dan orang tua murid dapat ditempuh melalui komunikasi yang insentif dari
berbagai kesempatan, misalnya pada pembagian raport atau kelulusan, melalui
organisasi yang dibentuk berdasarkan undang-undang nomor 20 tahun 2003 pasal 56
ayat 3 yaitu komite sekolah/madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan
berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan,
arahan, dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan
pada tingkat satuan pendidikan.
Jadi melalui komite sekolah diharapkan
antara guru dan orang tua bahkan mastarakat berperan dalam peningkatan mutu
pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan dan evaluasi program
pendidikan.
F. Peran Guru Terhadap Guru Lain
Antara guru dengan guru lain memiliki
peran, maksudnya seorang guru dapat berperan terhadap komunitasnya.
Secara jelas telah tersurat dalam kode etik guru Republik Indonesia
hasil keputusan konggres PGRI ke XIII tahun 1973 di Jakarta.
Dari 9 (sembilan) butir kode etik guru
Republik Indonesia, 3 (tiga) diantarannya mengatur tentang peran guru. Butir
keenam yang menyatakan guru baik secara sendiri-sendiri dan/atau bersama-sama
berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya. Untuk meningkatkan
mutu profesi selain melalui organisasi; juga dapat ditempuh melalui membentuk
kelompok-kelompok yang jumlahnya besar dan juga kelompok yang jumlahnya kecil misalnya
Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Moral Pancasila (MGMP). Dapat juga
ditempuh melalui belajar sendiri-sendiri.
Butir ketujuah guru menciptakan dan
memelihara hubungan antara guru baik berdasarkan lingkungan kerja maupun di
dalam hubungan keseluruhan. Jadi antara guru dengan guru perlu menjalin
hubungan yang kondusif berkaitan dengan tugas kependidikannya, baik dalam
lingkup yang sempit (lembaga kerja) maupun secara luas yaitu antar sesama guru.
Kedelapan guru secara bersama-sama
memelihara, membina dan meningkatkan mutu organisasi guru profesional sebagai
sarana pengabdiannya. Secara bersama-sama diantara guru dapat memelihara,
membina dan meningkatkan mutu organisasi guru profesional sebagai sarana pengabdiannya
berarti guru selain dapat memelihara juga membina serta meningkatkan mutu organisasi
profesional, misalnya organisasi-organisasi yang dimiliki guru seperti yang
telah disebutkan.
Secara operasional selain guru membentuk
satu organisasi, untuk meningkatkan profesi (keahliannya) juga melalui
organisasi tersebut dapat memperjuangkan kepentingan guru secara keseluruhan,
misalnya perlindungan hukum, meningkatkan kesejahteraan, membangun memecahkan
masalahmasalah yang dihadapi guru, bahkan bila memungkinkan ikut memecahkan masalah-masalah
pendidikan secara luas. Misalnya ikut memperjuangkan segera direalisasikannya
pelaksanaan sertifikasi guru agar guru mendapatkan tunjangan profesional
sebesar 1 (satu) kali gaji pokoknya. Dengan adanya contoh permasalahan, maka peran
guru baik perorangan maupun antar sesama guru masih diperlukan untuk ikut
memperjuangkannya agar eksekutif dan legislatif di Indonesia tidak menyimpang
dari salah satu butir Undang-Undang Dasar 1945.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar